Oleh: Deni Rahman, M.I.Kom
Mahasiswa Doktoral Ilmu Dakwah Universitas Islam As-Syafi’iyah
Serangan Israel ke Rafah beberapa waktu lalu mendapatkan kecaman dari dunia internasional mengingat serangan tersebut dilancarkan saat perundingan gencatan senjata sedang berlansung di Mesir. Tindakan ini jelas menunjukkan keinginan keras Israel untuk menguasai dan mengosongkan Gaza dari warga Palestina.
Puluhan warga Palestina, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan, syahid dan lainnya terluka dalam intensnya pengeboman pendudukan Israel di berbagai wilayah di Jalur Gaza. Hingga Rabu (8/5/2024), sedikitnya 35 orang gugur dan 129 lainnya luka-luka dengan berbagai luka di Kota Rafah akibat serangan brutal Israel dalam 24 jam terakhir (Republika, 9 Mei 2024).
Serangan besar-besaran tentara Israel ke daerah Rafah yang menewaskan puluhan warga sipil dan menghancurkan fasilitas umum telah menjadi mimpi buruk bagi 1,5 juta warga Palestina yang tinggal di daerah tersebut. Tentu saja kondisi ini akan memperparah krisis kemanusiaan yang telah mencapai tingkat yang terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Apapun dalih dan tujuan penyerangan Israel tidak dapat dibenarkan karena aksi tersebut merupakan pelanggaran kelas berat atas hak asasi manusia secara universal. Masyarakat internasional mengutuk keras dan prihatin dengan kondisi warga Palestina yang menjadi target serangan tentara Israel. Ini jelas merupakan tragedi kemanusiaan yang paling biadab dan mengerikan. Di tengah tekanan dunia internasional, Israel terus melancarkan serangan dengan melakukan pembantaian warga Palestina secara brutal.
Siapapun pasti prihatin menyaksikan kebrutalan Israel terhadap warga Palestina. Kita semua prihatin karena perdamaian yang selama ini diidam-idamkan bersama ternyata jauh panggang dari api. Padahal, Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengatur tentang HAM (Declaration of Independent Right) sudah menyatakan bahwa setiap negara berkewajiban menjaga perdamaian secara universal.
Apa Solusinya?
Tekanan dunia internasional tampaknya tak pernah dihiraukan oleh rezim Benjamin Netanyahu. Tentara Israel tetap melancarkan berbagai serangan di tengah seruan berbagai kelompok masyarakat dunia yang tercabik-cabik rasa kemanusiaannya. Jika pihak Israel tetap kukuh pada pendiriannya untuk menjajah Palestina, dapat dipastikan perdamaian dan kemerdekaan Palestina sulit diwujudkan.
Menurut Abu Ghifar dalam Rekam Jejak Kejahatan Israel di Palestina (2020), perdamaian tak akan pernah terwujud selama hubungan antarumat manusia dilandasi kebencian dan balas dendam, seperti yang terus berkecamuk di Palestina. Lebih dari itu, masalah Palestina sebenarnya bukan hanya urusan rakyat Palestina dan bangsa arab, tapi juga persoalan bagi warga dunia.
Karena itu, penjajahan Israel di tanah Palestina harus segera diakhiri untuk menghindari bertambahnya korban jiwa. Berbagai upaya perlu terus dilakukan sampai Palestina benar-benar menjadi negara yang berdaulat penuh. Dalam konteks ini, setidaknya ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Pertama, perkuat solidaritas umat. Umat Islam di seluruh penjuru negeri wajib meningkatkan solidaritasnya terhadap warga Palestina yang saat ini terzalimi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Kita dapat membantunya dengan memberikan bantuan kemanusiaan, penggalangan dana, memboikot produk-produk Israel, dan mendoakan keselamatan warga Palestina selepas shalat tahajud atau waktu-waktu mustajab lainnya.
Selain itu, umat Islam tidak boleh lelah melakukan aksi protes terhadap kebiadaban rezim Israel. Sekitar 172 kampus di bawah naungan Muhammadiyah telah melakukan aksi bela Palestina secara serentak pada 7 Mei lalu. Aksi ini mengindikasikan solidaritas masyarakat Indonesia khususnya warga Muhammadiyah terhadap Palestina. Sebelumnya sudah digelar aksi serupa yang dilakukan oleh beberapa ormas seperti Front Persatuan Islam, Aqsa Working Group, Majelis Ormas Islam (MOI), Koalisi Indonesia Bela Baitul Maqdis (KIBBM), GNPF, dan PA 212.
Kedua, ketegasan sikap negara-negara muslim. Para pemimpin negara-negara muslim, khususnya yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dengan 57 anggota perlu memaksa Israel untuk menhentikan agresinya dengan cara politik, ekonomi, bahkan jika perlu secara militer. Misalnya, para pemimpin negara-negara muslim bisa melakukan tindakan pengusiran Dubes Israel dari negaranya atau memutuskan hubungan kerja sama di berbagai bidang yang dapat merugikan Israel.
Ketiga, dukungan penuh Indonesia. Bangsa Indonesia perlu meningkatkan perannya dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Palestina dengan cara mendesak gencatan senjata di jalur Gaza, menyalurkan bantuan kemanusiaan, dan terus mengupayakan keanggotaan penuh Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dukungan ini tak boleh berhenti sampai warga Palestina hidup damai dan merdeka tanpa bayang-bayang agresi Israel.
Dalam konteks dukungan Indonesia ini, Zuhairi Misrawi (2024) menegaskan bahwa sejak awal kemerdekaan Indonesia telah meletakkan konstitusi yang secara eksplisit menentang segala bentuk penjajahan di muka bumi. Dalam konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, Indonesia bersama negara-negara Asia-Afrika telah berkomitmen untuk mewujudkan kemerdekaan Palestina.
Akhirnya, jangan biarkan bangsa Palestina berjuang sendiri. Perjuangan mereka butuh dukungan negara-negara lain. Tanpa dukungan dari berbagai pihak, sangat mustahil kemerdekaan Palestina akan terwujud. Sekali lagi, jangan pernah berhenti bersuara untuk kemerdekaan saudara-saudara kita di Palestina. Diamnya kita terhadap persoalan Palestina justru akan menjadikan Israel semakin brutal dan berbuat semena-mena.
*Artikel ini sudah dimuat di Times Indonesia, 19/4/2024