Saat ini kita hidup di era perkembangan teknologi digital. Dengan perangkat teknologi tersebut masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Pencarian informasi yang dulunya dilakukan secara offline kini beralih ke media berbasis online. Hal ini bisa dilihat dari mudahnya mengakses media online yang tersebar di berbagai platform digital.
Kehadiran teknologi memudahkan masyarakat untuk terhubung satu sama lain tanpa batas. Berbagai peristiwa yang terjadi di belahan dunia bisa dengan mudah diakses oleh manusia dalam hitungan detik hanya dengan bermodal smartphone. Keterbukaan interaksi yang diberikan oleh teknologi digital terutama melalui media sosial memberikan kemungkinan bagi masyarakat untuk menyerap berbagai informasi. Kini media sosial hadir sebagai ruang publik yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya sebagai media pembelajaran.
Pengguna internet di Indonesia terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Menurut laporan We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 213 juta orang per Januari 2023. Jumlah ini setara 77% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 276,4 juta orang pada awal tahun ini. Jumlah pengguna internet di Tanah Air naik 5,44% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Pada Januari 2022, jumlah pengguna internet di Indonesia baru sebanyak 202 juta orang. Jumlah pengguna internet di dalam negeri tercatat bertambah 142,5 juta dari Januari 2013 yang hanya sebanyak 70,5 juta orang. Laporan itu juga menemukan, rerata orang Indonesia menggunakan internet selama 7 jam 42 menit dalam sehari. Di sisi lain, laporan itu mencatat bahwa mayoritas atau 98,3% pengguna internet Indonesia menggunakan telepon genggam.
Kehadiran media sosial bukan sekadar dimanfaatkan sebagai media komunikasi. Banyak masyarakat yang juga menjadikan media sosial sebagai sarana mempelajari ilmu pengetahuan termasuk menimba ilmu agama secara online. Apalagi saat ini banyak ahli agama semisal kiai atau ustadz yang memang membuka pengajiannya secara virtual sehingga bisa diikuti oleh semua lapisan masyarakat.
Dengan adanya pengajian virtual, masyarakat bisa belajar agama tanpa harus menghadiri mejelis, apalagi jaraknya yang tidak memungkinkan karena terlalu jauh. Cukup modal laptop atau smartphone siapapun bisa ngaji kepada ustadz yang memang ahli di bidang ilmu agama. Islam memang sangat menganjurkan umatnya untuk terus belajar dan menggali ilmu pengetahuan karena di dalamnya terdapat keutamaan bagi siapa saja yang bisa meluangkan waktunya untuk menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim).
Meskipun memberikan kemudahan dalam pempelajari ilmu agama, masyarakat perlu kehati-hatian dalam mencari rujukan di media sosial. Sebab, tidak semua ilmu yang bertebaran di ruang digital bisa kita ambil seenaknya. Artinya, kita sebagai pengguna media sosial harus selektif mengikuti kajian keagamaan secara virtual.
Generasi Z dan milenial biasanya adalah kelompok yang paling banyak mengkonsumsi keilmuan agama di internet. Sebab, maraknya media sosial juga sangat mempengaruhi bagimana orang-orang belajar agama. Sebab, bisa jadi ada kalangan tertentu yang secara sengaja menyebarkan ajaran yang justru bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri, seperti ISIS dan paham-paham lain yang justru sangat berbahaya bagi kalangan generasi muda.
Faktanya memang ada kelompok yang memanfaatkan internet untuk kepentingan kelompok tertentu. Melalui situs-situs Islam dan media sosial, mereka begitu gencar menyebarkan paham yang pada umumnya tidak diterima oleh pandangan mayoritas. Mereka juga tak segan mengklaim paling benar, sementara yang lain salah. Bahkan tidak jarang mereka mengkafirkan saudara seagamanya hanya karena perbedaan pendapat atau khilafiyah dalam cabang agama (furu’iyah). Perbedaan fikih atau madzhab tidak semestinya menjadikan umat Islam terpecah belah apalagi saling mengkafirkan.
Merasa paling benar pasti melahirkan kesombongan sehingga ia menganggap rendah orang yang tidak seperti dirinya, padahal bisa jadi orang-orang tersebut adalah yang lebih dekat kepada Allah Swt. Sejatinya, merasa paling benar dan paling suci itu hanya tipu daya setan yang mesti kita buang jauh-jauh. Dalam hal ini Allah Swt berfirman:
هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ ۖ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
“Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. An-Najm: 32).
Memberi label kafir kepada kelompok yang berbeda pendapat sudah ada sejak dulu. Yang terjadi sekarang hanya pengulangan sejarah semata. Misalnya, perang antara pasukan Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah di mana keduanya adalah sahabat Nabi Muhammad Saw. Namun, gara-gara perbedaan pandangan atau pendapat, ada sebagian pihak yang mengkafirkan salah satu atau keduanya. Padahal melalui sabda Rasulullah Saw sikap saling mengkafirkan akan mendapatkan ancaman.
وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
“Barangsiapa memanggil dengan sebutan kafir atau musuh Allah padahal yang bersangkutan tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh” (HR Bukhari-Muslim).
Hadis tersebut harus menjadi pegangan agar kita tidak mudah memvonis orang lain kafir. Karena itu, kita harus bijak dalam menyikapi berbagai perbedaan pandangan keagamaan yang sering muncul di berbagai media sosial. Bukan berarti semua yang tersaji di media sosial itu tidak benar. Hanya saja kita perlu hati-hati jangan sampai menelan mentah-mentah segala informasi apalagi ilmu agama yang tersaji di internet. Ibarat pisau, internet bisa membawa berkah dan juga musibah, tergantung siapa yang menggunakannya.
Kalaupun harus belajar agama di internet, carilah guru atau ustadz yang sudah jelas sanad keilmuannya. Memiliki sanad ilmu berarti ia belajar ilmu agama dengan bimbingan seorang guru, gurunya memiliki guru, guru dari gurunya memiliki guru, dan begitu seterusnya sampai bersambung kepada baginda Nabi Muhammad Saw.
wallahu a’lam bish showab