Nabi Muhammad SAW merupakan sosok juru dakwah yang handal. Objek dakwah beliau menjangkau semua level masyarakat, mulai dari anak kecil, pemuda, hingga orang tua. Itu artinya, objek dakwah Rasulullah sangat majemuk pernah hidup dalam kelamnya kejahiliyahan. Namun, dengan sentuhan dakwah Nabi Muhammad saw, mereka menjadi manusia yang diridhai Allah SWT.
Apa yang menjadikan dakwah Nabi Muhammad saw berhasil? Jawabannya tidak lain adalah mendakwahkan Islam dengan penuh kasih sayang dan kelembuatan. Nabi menyampaikan ajaran Islam tidak dengan ancaman dan kekerasan. Seanda’inya Islam itu disebarkan dengan kekerasan, bisa dipastikan tidak akan ada orang yang tertarik memeluk Islam. Meski demikian, beliau tetap menjadi sosok yang tegas terutama menyangkut akidah.
Menyikapi kekerasan dengan kekerasan ibarat menyiram kobaran api dengan bahan bakar, bukan malah padam justru semakin membesar. Inilah prinsip yang diajarkan Rasulullah SAW berdakwah di tengah-tengah kaumnya. Terbukti, dalam kurun waktu 23 saja agama Islam bisa tersebar luas dengan pemeluk yang sedemikian banyak.
Salah satu bukti paling konkret adalah saat peristiwa Haji Wada’. Sejumlah kurang lebih 114.000 dari seluruh penjuru bangsa Arab turut hadir dengan status Muslim. Banyak sekali ayat dan hadits yang menyinggung sifat lembut Nabi dalam berdakwah ini, salah satunya adalah firman Allah swt berikut:
فَبِمَا رَحۡمَة مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Al-Imran: 159).
Ayat di atas menegaskan satu prinsip dasar Rasulullah dalam berdakwah, yaitu bersikap lemah lembut. Sebab, dengan kelembutanlah hati yang keras akan luluh. Sebaliknya, sikap keras justru akan membuat orang-orang lari menghindar. Ayat di atas juga memerintahkan Nabi untuk senantiasa memaafkan kaumnya yang berbuat salah. Dalam perjalanan dakwah, tentu Nabi banyak menjumpai kaum yang “kurang ajar”, dan beliau selalu berlapang dada untuk memaafkan.
Salah satu peristiwa bersejarah dalam dakwah Rasulullah yang menggambarkan kelembutan hatinya adalah saat mengajak penduduk Thaif untuk memeluk agama Islam. Dengan ajakan yang santun, tanpa paksaan, dan tanpa kekerasan, Nabi mengajak mereka untuk mengimani agama wahyu tersebut.
Namun tak disangka, respons penduduk justru sangat buruk. Mereka menolak mentah-mentah ajaran Nabi. Tidak hanya itu, mereka juga beramai-ramai mengusirnya dengan perlakukan yang tidak senonoh. Dari anak-anak, tua, muda, semuanya melempari Nabi dengan kerikil, bahkan sambil mencaci, “Muhammad pendusta!”.
Merespons hal itu, Malaikat Jibril menawarkan kepada Nabi untuk membumihanguskan seluruh penduduk Thaif. Jika perlu, Jibril akan membalikkan gunung-gunung agar mereka semua binasa. Namun dengan bijak Nabi menolak samasekali tawaran Jibril itu. Nabi memaafkan mereka semua bahkan mendoakan agar mendapat hidayah.
Salah satu cermin merespons kekerasan dengan kelembutan lain yang dilakukan Rasulullah adalah terhadap seorang Yahudi. Dikisahkan, orang-orang Quraisy yang sudah tidak senang dengan dakwah Nabi terus melakukan upaya untuk menghentikan aktivitas dakwahnya. Sekali waktu mereka menyewa seorang Yahudi untuk meludahi Rasulullah.
Si Yahudi itu selalu stand by di jalan menuju Ka’bah yang biasa dilalui Nabi. Setiap Nabi lewat, orang itu akan memanggilnya. Nabi yang selalu menghormati orang lain pun menengok. Orang Yahudi itu kemudian meludahinya. Melihat perlakuan “kurang ajar” orang itu tidak sedikitpun membuatnya marah.
Keesokan harinya saat Nabi melalui jalan tersebut, si Yahudi memanggilnya lagi dan melakukan hal serupa. Hal itu terjadi hingga beberapa hari, hingga sekali waktu beliau tidak menemukan keberadaannya di tempat biasa. Setelah mencari info dan tahu bahwa ia sedang sakit, Nabi pun membeli buah dan menjenguknya.
Mendapati orang yang selama ini diludahinya justru menjenguk, membuat si Yahudi luluh dan menyesal atas perlakuannya selama ini. Singkat kisah, ia pun meminta maaf dan dalam satu riwayat disebutkan bahwa ia masuk Islam.
“Selama aku sakit belum pernah seorang pun menjenguk, bahkan Abu Jahal yang selama ini menyewaku untuk meludahimu. Namun, engkau yang selama ini aku ludahi berkali-kali justru datang menengokku,” ucap Yahudi terharu.
Dua kisah penduduk Thaif dan seorang Yahudi tersebut adalah sebagian dari banyak kisah yang menunjukkan besarnya kasih sayang Rasulullah dalam berinteraksi dengan kaumnya. Berkat sikap tersebut, Nabi sukses besar dalam mendakwahkan ajaran Islam, padahal dalam catatan sejarah disebutkan tidak sedikit orang-orang yang menantang keras ajaran Nabi. Ini menjadi bukti bahwa kelembutan mampu menundukkan kekerasan sebesar apapun.

wallahu a’lam bish showab

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *